Skip to main content

Perkembangan Teknologi Dalam Proses Belajar

Pesatnya perkembangan teknologi di Indonesia berdampak ke semua sektor kehidupan selama 10 tahun terakhir. Salah satunya di bidang pendidikan.
Dalam rentang waktu tersebut, gue berstatus sebagai pelajar. Tiap naik satu tingkatan selalu ada perubahan teknologi yang gue rasakan dalam proses belajar.

Awal-awal zaman SD, gue masih mengalami proses belajar "guru menjelaskan, siswa mencatat setelahnya". Proses belajar yang menurut gue dan beberapa teman sangat membosankan. Kadang di saat guru menjelaskan, teman-teman gue ketiduran. Akhirnya, giliran dimintai catatan, malah kena omel guru tersebut. Kasian.

Barulah di kelas 6 gue merasakan adanya teknologi masuk ke proses belajar. Seingat gue, waktu itu di kelas kami ada sebuah proyektor untuk menampilkan gambar-gambar proses fotosintesis. Itulah kali pertama (sekaligus yang terakhir) merasakan adanya teknologi masuk dalam proses belajar.

Sumber: Google Image | Benda canggih yang pernah gue temui di SD
Gue yakin, makin tinggi gue sekolah makin canggih juga teknologi yang dipakai. Karena teknologi sifatnya dinamis, selalu ada perkembangan mengikutinya.

Benar saja, teknologi itu berlanjut di SMP. Hampir setiap dua minggu sekali ada tugas presentasi kelas. Difasilitasi oleh proyektor, memudahkan kami untuk melakukan presentasi. Namun, masih ada beberapa guru yang masih menerapkan cara lama; menjelaskan kemudian mencatat. Sayangnya, nggak selalu membutuhkan proyektor dalam berpresentasi karena minimnya jumlah proyektor.

Tingkat selanjutnya, di SMA, sudah memiliki proyektor di kelas masing-masing. Ya, itu artinya akan ada tugas presentasi yang rutin. Males juga sih, kalo disuruh presentasi terus. Kebanyakan audiens nggak ada yang ngedengerin. #CurhatPelajar

Menurut gue, semakin ke sini semakin banyak varian cara belajar. Mau cara lama? Bisa. Cara modern? Bisa banget.

Kalo cara lama masih diterapkan, gue yakin ada segelintir siswa yang benar-benar menerapkan teknologi dengan baik. Contoh: ketika seorang guru menjelaskan semua materi di papan tulis dan diharuskan mencatat, ini yang terjadi...

Cara cepat mencatat materi di papan tulis
Ya... difoto. Gue yakin orang kayak gini nggak bakal susah move on kalo pacaran. Karena nggak punya kenangan mantan.

"Kok di galeri handphone lu nggak ada foto pacar lu? Malah kebanyakan foto papan tulis?"
"Pacar mah nggak penting. Pentingin dulu pelajaran!"

Cakep!

Dulu, buku cetak sangat dicari para pelajar. Kini, buku cetak posisinya sejajar, bahkan sedikit tergeser, oleh buku elektronik. Buku elektronik bisa memberi alternatif pada siswa yang nggak mau keberatan bawa buku paket yang tebalnya bisa buat alas tidur dan mukul begal sampe amnesia ringan.

Dengan masuknya teknologi ke dalam proses belajar, sangat memberi dampak oleh para pelakunya, baik guru maupun siswa.

Dari sisi positif,
1. Varian cara belajar dari guru
Guru nggak harus ada di depan kelas, ngoceh-ngoceh, sedangkan muridnya tidur di pojokan sambil nutupin muka pake jaket. Nggak harus. Sekarang bisa aja guru ngejelasin lewat video pembelajaran yang diputar, dan bisa divariasikan lebih atraktif lagi.

2. Baik guru maupun siswa, bisa mencari materi dengan cepat
Hampir semua daerah di Indonesia udah bisa dilalui akses internet. Apalagi bagi orang yang tinggal di kota-kota besar. Apa pun materi yang dibutuhkan bisa diakses di internet. Udah banyak, kok, web/blog yang menyediakan. Jadi nggak harus ke pergi jauh-jauh ke perpustakaan buat nyari tau sesuatu. Asal jangan nyari tau info tentang gebetan aja. :p

3. Hemat tempat
Kini, dengan bermodal segenggam smartphone, semua bisa membawa buku yang seharusnya berisi buku sekoper dalam satu folder di handphone. Hanya bermodal smartphone, buku cetak elektronik bisa masuk ke dalamnya. Kecuali kalo yang doyan main TTS, nggak bakal bisa ngisi jawaban di buku elektronik.

Sayangnya, nggak ada sesuatu yang sempurna, begitu juga dengan perkembangan ini. Dalam penerapannya, gue banyak menemukan dampak buruk teknologi yang masuk ke proses belajar.
1. Ada beberapa oknum membuka konten terlarang
Kalau dulu ada orang nonton video porno di warnet, gue sering gregetan. Bawaannya mau ngelapor ke polisi. Tapi, sekarang di lingkungan sekolah aja udah sering ditemui. Malah nontonnya rame-rame. Gue tambah gregetan jadinya. GUE NGGAK DIAJAK NONTON!

Eh. Maap.

(Baca ini: Ditinggal Guru, Siswa-siswi SMP Ini Nonbar Film Porno di Kelas)

Ini merupakan penyalahgunaan teknologi yang menghancurkan moral. Jangan ditiru untuk teman-teman pelajar. Ingat, di sekolah kita telah diberitahu mana yang baik dan mana yang seharusnya dijauhi. Jauhi pornografi demi menyelamatkan moral bangsa.

2. Gadget Membuat Lupa Diri.
Ini yang seringkali terjadi. Karena keasyikan browsing di depan layar komputer/handphone, ternyata udah larut malam. Padahal udah nge-browsing dari subuh. Nggak sadar udah melewatkan banyak waktu yang seharusnya bisa dilalui di kehidupan sosial. Kehidupan di masyarakat itu penting banget, guys. Gue--yang dasarnya seorang pendiam dan penyendiri-- berusaha mau berinteraksi dengan teman-teman. Ngabisin waktu bareng gadget itu bikin merasa dijauhi orang-orang. Toh, kita paling butuh bantuan mereka (masyarakat) di saat gadget nggak bisa nolong. Emang mau, pas kita meninggal nggak ada yang ngubur, kesepian karena jarangnya interaksi sosial? Gadget nggak bisa megang cangkul dan keranda, guys.

3. Biaya Lebih
Ini emang persoalan banget, Semua yang canggih pasti ngeluarin uang lebih. Tapi, kalo emang bisa dimanfaatkan dengan baik teknologi itu, nggak mustahil uang itu terbayar lunas dengan kesuksesan. Betul, kan?

Terakhir, gue mengharapkan pada orangtua untuk selalu mengawasi kegiatan apa yang dilakukan oleh anak-anaknya dalam menggunakan teknologi. Sementara, gue, sebagai pelajar, berharap pada teman-teman untuk nggak menyalahgunakan teknologi.

Bukankah menyenangkan bisa berprestasi dalam berkembangnya teknologi? Ayo, berprestasi di perkembangan teknologi.

Comments

  1. teknologi emang membantu proses belajar mengajar bro kalau digunakan secara bijak. kalau buka konten terlarang sih... ah sudahlah. makanya peran orang tua memang penting banget...

    hahaha, itu nekad banget ditinggal guru nobar bokep hanjrit -___-

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bijak berteknologi ya intinya.

      nggak heran, Jev, ada kasus gituan

      Delete
  2. " pacar mah nggak penting. Pentingin dulu belajar.''
    Asooyy.. Cepet move on banget dah Hahaaa

    Widih, itu beritanya wow banget. Seluruh anak kelas ya ikut nonton. Cewe cowo. Gileee.
    Intinya kembali ke individu masing2 sih. Mau digunakan untuk hal apa teknologi yang ada sekarang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu kan orang lain, kalo gue.... (nggak tega nerusin)

      Yoi~ #BijakBerteknologi

      Delete
  3. Teknologi bisa bermanfaat banget kalo bener2 bisa menggunakan, termasuk proses belajar mengajar. Tapi, ada juga guru yang manfaatin teknologi karena males aja. Tadinya nulis di papan, sekarang pake proyektor. Metode ngajarnya sama aja.

    ReplyDelete
  4. Hadir,. .
    intinya teknologi bagaimana cara kita menyikapinya

    ReplyDelete
  5. Aduh! Ngga tau apa yang akan menjadi teknologi pembelajaran masa depan. Kayak gini tuh udah bagus, meski kalo Ekonomi mencatatnya biki jari-jari keram. Gua ngga bisa bayangin di masa depan, generasi kita belajarnya pake room chat atau mailing list. Jadi tinggal duduk aja dirumah. Kan jadi ngga seru. :(

    ReplyDelete
  6. Tapi gue lebih suka nyatet pake pulpen dan buku tuh, Rob. Malah males kalo motret papan tulis. Nggak tahu kenapa, kalo menulis catatan itu materinya jauh lebih diingat. :))

    Hm... soal guru yang ngasih materi lewat video terus muridnya suruh menyimpulkan sendiri asyik juga tuh. :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Calon penulis, mah, beda. Yoi~

      Itu bikin murid keblinger kayaknya :D

      Delete
  7. Masih aja nyisipin link aktif. :))

    ReplyDelete
  8. termasuk temen saya juga, kalo lagi ada tugas yang di tulis di papan tulis pasti selalu difoto bukannya ditulis dibuku.

    banyak kesamaan di antara kita :)

    ReplyDelete
  9. Gunakanlah teknologi dengan bijak.
    *mendadak sok tua

    Tapi iya sih, kalo ada apa apa sekarang malas aku catat soale tinggal foto aja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, anak kekinian banget. Tapi, nggak ada salahnya juga sih. Itu kan cara masing-masing, senyamannya.

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...