Skip to main content

Merawat Niat

Rasanya lagi pas banget, apa yang saat ini saya tulis dengan beberapa nasihat yang saya dapat dan sampaikan.

Sebuah topik yang menarik bagi saya secara pribadi. Apalagi setelah menjalani banyak lika-liku kehidupan yang cukup panjang.  Ya kali 20 tahun nggak ngerasain apa-apa~


Tentang niat.




Dari perjalanan panjang itu, terutama aktivitas yang bermuara pada kebaikan, butuh niat yang kuat dan menghujam di awal. Setidaknya itu yang saya yakini.

Innamal a’malu binniyat. Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat.

Melalui niat, tujuan apa yang hendak kita kejar?

Saya percaya bahwa segala hal tentang duniawi sudah Allah cukupkan bagi setiap manusia. Kita nggak perlu merisaukan urusan dunia. Semuanya sudah punya jatah masing-masing.

Seharusnya pertanyaan yang perlu kita ajukan untuk diri kita pribadi adalah tentang sesuatu yang sifatnya belum pasti: apakah kita sudah dijamin mendapatkan ridho-Nya?

Bolehlah kita cemas akan hal-hal yang berorientasi pada akhirat.

Kemudian, muncul lagi pertanyaan: apakah niat saja sudah cukup?

Saya rasa belum. Niat memang perlu, bergerak dan berusaha mengiringinya.

Dalam melakukan sebuah aktivitas, kita akan mendapat kerikil-kerikil yang mengahalangi niat kita. Akan ada angin yang mencoba meruntuhkan bangunan niat yang sudah tersusun sejak awal.

Saat itu saya merasa butuh dikuatkan. Saya percaya, kita bisa mensugesti diri kita untuk bangkit. Melalui nasihat, secara tidak sadar, alam bawah sadar kita sepakat untuk mengikuti nasihat yang kita sampaikan kepada orang lain.

Jadi, bukan berarti ketika menasihati orang lain saya jadi merasa kekurangan. Melainkan, dengan menasihati, kata-kata yang keluar dari mulut saya ikut terekam oleh telinga. Entah pada waktu kapan, telinga akan memutar kembali kata-kata yang terucap.

Karena sebelum sampai kepada orang lain, kata-kata dari mulut lebih dulu kita dengar oleh telinga diri sendiri.

Sampai akhirnya, dalam sebuah obrolan, saya spontan mengatakan, “Kita harus merawat niat.”

Apa maksudnya?

Menurut saya, maksud dari merawat niat adalah dengan memperbaiki niat yang sudah dikokohkan sejak awal agar tetap bertahan di tengah perjalanan. Boleh dibilang, perawatan ini dilakukan karena bisa jadi niat kita mulai kering dan bengkok. Nggak lurus seperti awal.

Contohnya dari saya sendiri.

Saya berniat menulis post blog. Namun, di tengah perjalanan—benar-benar di tengah perjalanan menuju rumah—niat saya mulai goyah karena satu dan lain hal. Entah keasyikan main medsos, ketiduran, dan kebablasan nonton TV sesampainya di rumah.

Dalam gangguan skala kecil, sering ditemui gangguannya dari diri kita sendiri. Seperti tadi yang saya sebut di atas, contoh-contoh tadi adalah gangguan dalam mempertahankan niat kita.

Hal yang perlu dilakukan adalah mengingat-ingat lagi tujuan awal kita. Lihat pula niat awal. Bila rasanya sudah berubah atau ada kejanggalan, mohon ampun dan perlindungan, lalu back on the track. Berlarilah kembali.

Comments

  1. Kata pak guru niat menjadi pangkal urusan kita menjadi amal atau tidak.

    Nice post mas

    ReplyDelete
    Replies
    1. Asik, sepakat. Meniatkan semuanya sebelum beraktivitas.

      Delete
  2. Umur 20 aja udah berliku-liku, gimana nanti 30? 40?

    Eh yang sekarang jalanin dulu aja hehe.

    Niat itu kalau aku pikir-pikir, jadinya hampir sama seperti iman. Naik turun, bahkan kadang ilang terlupa gatau di mana.

    Berbahagialah, kalau teringat untuk memperbaharui niat tentang sesuatu, menjadi lebih baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, semoga selalu inget buat memperbaharui niat.

      Delete
  3. Cara saya merawat niat adalah dengan mencatatnya dan memeriksa catatan saya secara berkala. Robby gitu juga gak?

    ReplyDelete
  4. Sering banget ngalamin ini nih, niat awal apa karena ketemu sesuatu pada akhirnya tidak sejalan lagi dengan niat. Terimakasih mas sudah diingatkan, yap kita harus sering sering merawat niat.

    ReplyDelete
  5. bener banget, niat adalah awal dari segalanya. dan susah banget untuk meluruskan niat di pertengahan jalan tuh. saya juga sering kali, niat di awal apa akhirnya ngerjain apa, dan baru ingat lagi niatnya setelah agak lama, atau setelah baca jurnal evaluasi saya. Dari pengalaman itu, saya berkesimpulan bahwa meluruskan niat itu adalah tantangan seumur hidup.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...