Skip to main content

Mereka yang Ringan Langkahnya

Pernah dengar cerita Sya'ban?

Pertama kali saya mendengar ceritanya; begitu mengagumkan, begitu membikin iri. Sebab kehadirannya pada shalat Subuh kala itu sangat dinanti-nanti jamaah, juga oleh Rasulullah. Dia selalu hadir sebelum waktu shalat berjamaah.

Kala itu Rasululllah heran, saat itu nggak ada Sya’ban di posisi biasanya. Rasulullah menunda sejenak shalat berjamaah untuk menunggu kehadirannya. Rasulullah mencari kabarnya, tetapi tidak ada yang mengetahui.

Rasulullah bertanya, “Apa ada yang mengetahui di mana rumah Sya’ban?” Di antara sahabat ada yang mengetahui rumah Sya’ban dan Rasulullah meminta sahabat tersebut untuk diantarkannya ke rumah Sya’ban.

Singkatnya, ketika sampai di rumah Sya’ban, Rasulullah mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam. “Bolehkah kami menemui Sya’ban yang tidak hadir shalat subuh di masjid pagi ini?” tanya Rasulullah.

Wanita itu adalah istri Sya’ban.

Dia berkata sambil berlinang air matanya, “Beliau telah meninggal tadi pagi.”

***

Dari cerita Sya’ban tersebut, saya mengambil sebuah pelajaran pada sosok beliau: seorang muslim yang tangguh tidak akan meninggalkan shalat berjamaah, kecuali usianya telah dicukupkan oleh Allah.

Sebuah rasa totalitas dalam kehadiran shalat berjamaah tersebut menjadi pelajaran untuk kita semua. Seberapa besar perjuangan kita meninggalkan urusan-urusan dunia untuk hadir shalat berjamaah di masjid.

Mengingat cerita tersebut, saya jadi ingat pula dua cerita yang pernah saya alami.

***

Pagi itu saya pergi ke rumah Sofyan, teman kecil saya sewaktu dulu tinggal di mes. Hari itu adalah ketiga kalinya saya ke rumah Sofyan setelah kami nggak lagi tetanggaan.

Hari itu adalah hari pemakaman adiknya Sofyan.

Tetangga Sofyan memanggil saya. Kebetulan dia kenal saya karena dulu sering main ke mes. Saya diminta untuk menulis nama almarhum di batu nisan.

Sambil menggoreskan papan, sejenak saya merenungi sesuatu.

Pemakaman selalu memberikan kita penyadaran bahwa nggak lama lagi kita akan menyusul. Tidak kenal berapa pun usia kita, kematian pasti datang menghampiri.

"Kalau inget si adek," ujar Tetangga Sofyan, "dia sering datang subuh ke masjid. Nggak kayak yang tua-tua, malah males."

Ucapan dia semakin membuat saya merenung. Hari itu menjadi hari yang membuat saya kaget, sekaligus memberi sebuah kesadaran bagi kami yang masih hidup.

***

Beralih ke cerita yang lain.

Belum lama ini, saya sedang tidur di masjid daerah Tebet, menjadi panitia sebuah acara selama 3 hari, Jumat sampai Minggu.

Sabtu pagi saya tidur di masjid itu. Saya terbangun setelah ada yang menabrak kepala saya. "Aduh," suara seorang tua. Langkahnya menjadi lebih hati-hati ketimbang sebelumnya. Setelah melewati saya, dia berjalan lagi lebih cepat, menaruh tongkat, lalu shalat.

Ternyata dia tidak bisa melihat.

Saya bertahan di masjid sampai waktu Dzuhur dan bapak itu masih ada.

Masuk waktu Ashar, saya melihat sosok yang sama. Beliau masuk, lalu berjalan di pinggiran. Pantas, tadi beliau menabrak saya. Saya tidur di tempat beliau biasanya jalan. Saya menghalanginya.

Begitu pun masuk waktu Maghrib dan Isya. Hingga hari terakhir saya shalat di sana, beliau selalu ada di masjid sebelum azan.

***

Menjadi sebuah tanda tanya besar bagi saya pribadi khususnya. Dengan dewasanya diri seharusnya saya termotivasi untuk semangat datang ke masjid, shalat berjamaah. Dengan sempurnanya fisik yang tegap, seharusnya langkah semakin mantap.

Terima kasih kepada kalian, yang ringan langkahnya.

Sumber
https://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/16/12/24/oio4lo396-sahabat-rasul-syaban-ra-yang-menyesal-saat-sakaratul-maut

Comments

  1. Mes itu apa ya ka, kalo boleh tau ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. rumah tempat tinggal bareng gitu, biasanya isinya penghuni karyawan pabrik, perusahaan, dll...

      Delete
  2. Trims mas sdh memberi cerita ut motivasi agar lebih dekat kepada-Nya

    ReplyDelete
  3. Sangat Inspiratif :) Terutama di zaman sekarang, ketika masjid banyak sekali jumlahnya, tinggal melangkah sebentar sampai, Justru membuat surut semangat para jamaah kecuali nanti di awal Ramadhan. Begitu pemandangan sehari-hari yang jelas terlihat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul mbak. Semangat buat kita yang masih diberi kemudahan ketemu masjid..

      Delete
  4. Hiks, jadi tertampar, saya bahkan kadang melarang anak saya ke masjid, hanya karena dia main mulu di masjid, sementara saya nggak pernah nemanin dia di masjid :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak-anak memang waktunya main mbak, hehehe. Biar kenal masjid sejak kecil~

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...