Skip to main content

Memberi Tak Pernah Merugi

Ramadan nggak pernah kehabisan cerita tentang orang-orang yang berbuat kebaikan. Bagaimana nggak, di bulan ini setiap kebaikan akan dibalas berlipat-lipat ganda. Setiap orang yang sadar hal itu akan berlomba-lomba memberikan hal terbaik dalam dirinya. 

Kalau dalam diri masih muncul pertanyaan "bisa kasih apa?" sedangkan diri tak punya apa-apa, Ramadan tahun ini saya belajar itu langsung dari rumah.

Beberapa pekan terakhir kondisi ekonomi keluarga kami hampir dikatakan pas-pasan. Bapak sudah cukup lama dirumahkan. Meski begitu, dalam tempo waktu tak tentu bapak tetap dapat sebagian gaji. Namun, gaji yang didapat nggak sebanding saat masih aktif bekerja. Kadangkala terungkap keluhan di rumah karena pengeluaran tetap, tetapi pemasukan menurun. 

Momentum bulan Ramadhan dimanfaatkan hadir. Muncul sebuah usaha dari ibu saya untuk berjualan menu berbuka puasa. Lumayan, buat nambah-nambah kebutuhan sehari-hari, ujarnya. 

Mengetahui hal tersebut, ekspektasi saya terlanjur tinggi. Akhirnya ada pemasukan tetap di rumah. Dengan berjualan akan banyak keuntungan dan ekonomi keluarga bisa kembali sediakala, begitu pikir saya. 

Namun, saya baru sadar akan prinsip orang berdagang. Bahwa barang jualan tak melulu laku. Adakalanya ia cepat habis, ada saatnya pula seorang penjual tak banyak membawa uang dari hasil berjualannya. 

Setelah berbuka puasa di rumah, mama saya bilang kalau hari ini dagangannya hanya laku sedikit, tidak habis seperti biasanya. Dalam hati saya sebenarnya sedih karena tahu ini adalah pengalaman awal beliau berjualan. Saya khawatir mama jadi kapok berjualan. 

"Jangan kapok ya Ma."
"Ya nggak dong," jawabnya. "Hitungannya nggak rugi-rugi banget kok."

Saya berpikir, kok bisa mama bilang begitu padahal cukup banyak makanan yang dibawanya pulang. 

"Coba kalau misal ini semua beli di luar," lanjutnya. "Pasti banyak uang yang dibayar."

Mama juga bilang kalau tadi ada beberapa pembeli yang diberi bonus tambahan. "Seneng banget, dari jualan ini bisa ikut berbagi ke orang-orang. Kalau nggak bisa pakai uang, alhamdulillah sekarang bisa bagi-bagi pakai makanan."

Saya terpukau mendengar perkataan mama. Mungkin pandangan saya yang tertutup, salah melihat kisah para penjual yang punya banyak uang. Nyatanya, ada proses jatuh bangun di dalamnya. Lebih jauh lagi, mama saya menaikkan level pemahaman saya akan arti berbagi. Apapun. Apapun yang dimiliki, selama bisa bermanfaat bagi orang lain, berbagi tak pernah merugi.

Comments

  1. Semangat ya... semenjak pandemi tiba memang pukulan terberat buat kita semua.
    Ya apapun yg terjadi look at the bright side. 😊 semoga keluarga Mas Robby bisa terus semangat dan mendapatkan banyak kebaikan di bulan ramadhan ini. Aminn 😇

    ReplyDelete
  2. Selalu ada cara untuk berbagi ya Rob, walaupun bukan uang, bisa juga dengan berbagi makanan. Semoga sekeluarga sehat selalu, dan selalu dimudahkan rezekinya ya...
    semoga ramadan kali ini bisa membawa berkah buat keluarga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin bang Edot. Semoga lancar proses penerbitan bukunya mas

      Delete
  3. Wah... Rasa2nya ini first comment di blog kak Robby yak.
    Semangat kak Rob. Sependapat sama Ibunya kak Robby soal jualan yang tak melulu laku. Anggap aja lagi bikin cemilan tambahan buat di rumah, eehh dapet tambahan pemasukan pula. Besar kecilnya ngga masalah, insyaa Allah tetep banyak berkahnya.
    Semoga Allah mudahkan urusan kita semua.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Woh iya Nad, baru ini kali pertama hehe.

      Aamiin, doa terbaik buat Nadya

      Delete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...