Skip to main content

April Produktif

Alhamdulillah. Satu kata yang cukup menggambarkan apa yang terjadi di bulan April lalu. Saya bersyukur karena bisa melakukan banyak hal positif. Saya senang melakukan itu semua. Sebagai apresiasi, saya menulis entri di sini sekaligus untuk merekam apa yang pernah saya kerjakan.

Setiap orang punya ukuran produktif yang berbeda. Untuk ukuran yang saya buat, disebut produktif apabila saat itu saya banyak menghasilkan dan melakukan hal-hal bermanfaat. Bikin tulisan, datang ke banyak kegiatan tanpa terlambat, mengerjakan tugas tepat waktu, dan lain-lain. Seminimalnya tidak melakukan hal-hal yang sia-sia. 

Lalu bagaimana kabar skripsi? Nanti dulu. Nggak saya ceritakan di sini.

Karena emang nggak ada yang bisa diceritakan. Wong belum mulai.

Kembali ke topik.

Saya sempat kehilangan harapan bisa melakukan banyak hal. Pasalnya, satu senjata tempur saya kehilangan fungsinya. Laptop saya rusak. Saya tanpa laptop bagai makan bubur ayam tanpa sendok. Bisa sih pakai yang lain, tapi kurang nikmat. Sumpit misalnya.

Laptop dan saya erat kaitannya dengan proses apapun yang berkaitan dengan menulis digital. Nugas dan blogging misalnya. Semuanya di laptop. Kebutuhan ngetik berpindah ke notes di handphone. Sangat nggak asik. 

Namun, bersyukur ternyata semuanya baik-baik saja dan masih bisa banyak menghasilkan tulisan. Meskipun bukan dipublikasikan di blog ini.

Berikut ini tulisan yang saya hasilkan di bulan April 2021 

Pertama, buku antologi

Sekitar bulan Februari lalu, saya mengambil beberapa sticky notes, menuliskan harapan di atasnya, lalu menempelnya di dinding kamar. Enam sticky notes di sana. Salah satunya tertulis "nulis buku". 

Jujur, sebenarnya saya masih pengin nulis buku sendiri. Tapi saya masih belum cukup kuat napas untuk menulis berhalaman-halaman. Akhirnya saya memutuskan antologi mungkin bisa jadi cara. 

Pada tahun 2020 saya sudah mulai mencoba memulai langkah ke arah kolaborasi menulis. Saya pernah tulisan berjudul Menyelami Kolam Kalam.

Singkat cerita, saya ketemu info di Instagram @aksarabersama sedang membuat proyek menulis antologi buku. Dengan keberanian, saya langsung mendaftar dan masuk ke grupnya. 

Proses menulis dimulai. Saya tulis poin-poin narasi di kertas, lalu diketik di handphone. Selain di handphone, saya juga mengetik naskah di komputer BEM dan di laptop dua teman saya. Jadilah saat itu saya bolak-balik di beberapa perangkat. Saya membayangkan bagaimana kebaikan juga akan hadir ke teman-teman saya itu andai tulisan saya dinilai bermanfaat. 

Semuanya lancar sampai saya mengirim naskah hitungan jam menuju deadline. Beberapa hari kemudian naskah yang lolos diumumkan. Naskah saya lolos. Bahagia banget rasanya. 

Belum lama euforia berhasil lolos untuk buku antologi kedua saya, @aksarabersama membuka proyek menulis buku lagi. Tanpa ragu, saya langsung mendaftar. Selain karena cocok dengan tujuan saya menulis, hitung-hitung bisa menambah karya saya dan mengambil peran dari proyek kebaikan bersama ini. 

Terhitung sampai tulisan ini meluncur, naskah saya sudah masuk seleksi di antara 125 orang lainnya. Untuk yang kedua, saya full tulis di note handphone lalu mengedit sesuai format di laptop pinjaman kakak saya. Semoga bisa gol dan bisa dirasakan kebermanfaatannya. 

Kedua, Kontributor Nuraniku

Perubahan "rasa" tulisan dari tahun ke tahun membuat saya ingin menantang diri sendiri. Agar rasa itu melekat, ada satu pemahaman yang saya yakini, yaitu melakukan secara terus menerus sampai terbiasa. Ditambah lingkungan yang dikondisikan sedemikian rupa tentu semakin mendukung. 

Beberapa tahun terakhir saya mencoba memasukkan nilai-nilai islami pada tulisan saya. Mau nggak mau, saya harus terus belajar sebagai input bagi proses dan menghasilkan tulisan yang memiliki nilai. 

Di situlah alasan saya bergabung menjadi kontributor Pers Dakwah Kampus Nuraniku LDK Salim UNJ. Kriterianya sesuai dengan apa yang saya butuhkan; lingkungan yang mendukung, yang mana setiap bulannya para kontributor menulis minimal 1 tulisan bernuansa islami. 

Hasilnya selama bulan April lalu saya menghasilkan dua tulisan di sana. Pertama sebuah tulisan menjelang Ramadhan 1442 Hijriah, lalu tulisan kedua sebuah puisi yang ditulis saat Hari Puisi Nasional. 

Tulisan saya bisa dibaca di sini:

Tulisan pertama: Menjemput Berlipat-lipat Kemuliaan 

Tulisan kedua: Karena Kita Manusia


Ketiga, Most Valueable Story

Sepertinya bulan Ramadan benar-benar menjadi momentum bagi saya untuk banyak menulis. Tulisan saya terakhir mendarat di Instagram @ululalbaab.unj bertemakan Ramadan. Tulisannya ada di sini: Ramadan Tak Bersalah

Uniknya, dua tahun lalu saya pernah menulis juga dengan momen yang sama di bulan Ramadan. Tulisannya ada di sini, semoga masih bisa dapat semangatnya: Menaikkan Semangat Perubahan 

---

April sudah berlalu. Bagaimana dengan Mei? 

Comments

  1. Wahh keren-keren. Biarpun sebenarnya terhambat karena enggak nyaman ngetik di handphone, tapi tetap bisa dilalui ya dan malah berhasil prosesnya. Memang betul sebuah lirik kalimat "niat tidak akan mengkhianati hasil" :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...