Skip to main content

Film Buya Hamka: Upaya Mempopulerkan Tokoh Bangsa

Satu hal yang mendorong saya menonton film Buya Hamka adalah karena saya mengidolakan beliau. 

sumber: Instagram @falconpublishing

Memang baru sedikit pengetahuan saya tentang Buya Hamka. Saya suka baca kutipan-kutipannya, membaca beberapa bukunya, dan beberapa kali mengikuti kajian tentang Buya Hamka. Melalui karyanya, saya lebih banyak menyelami pemikiran-pemikiran Buya Hamka. Di sisi lain, saya belum pernah baca biografinya. Pengenalan tentang sepak terjangnya jadi kurang tergambar dalam benak saya.

Beberapa kutipan Buya Hamka terfavorit versi saya:

Salah satu pengkerdilan terkejam dalam hidup adalah membiarkan pikiran yang cemerlang menjadi budak bagi tubuh yang malas, yang mendahulukan istirahat sebelum lelah.

Membaca buku-buku yang baik berarti memberi makanan rohani yang baik.

Manusia itu asalnya dari tanah, makan hasil tanah, berdiri di atas tanah, dan akan kembali ke tanah. Lalu kenapa masih bersifat langit?

Jika ghirah telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan tiga lapis. Sebab, kehilangan ghirah sama dengan mati

Melalui film Buya Hamka, saya mendapatkan penggambaran tersebut.

Keuntungan yang saya rasakan adalah saya lebih dulu menonton filmnya daripada membaca bukunya. Sebagaimana kita ketahui, beberapa orang terlanjur kecewa ketika membaca dahulu baru menonton. Merusak imajinasi yang sudah terbentuk saat membaca, katanya.

Sebelum saya berkomentar terhadap film Buya Hamka, terlebih dahulu saya beri sedikit informasi tentang “siapa itu Buya Hamka”.

Buya Hamka memiliki nama asli Abdul Malik. Dan sudah menjadi kebiasaan saat itu orang yang berhaji akan menambahkan titel “Haji” di depan namanya, disusul nama tambahan “Karim Amrullah” yang merupakan nama ayahnya.

Film Buya Hamka terbagi menjadi 3 volume. Pada lebaran kali ini, yang sedang tampil adalah volume pertama. Film ini berkisah seputar aktivitas perjuangan Buya Hamka yang menjadi seorang pemimpin redaksi surat kabar Pedoman Masyarakat, penulis buku, ulama, pejuang kemerdekaan, pemimpin organisasi Muhammadiyah, dan figur ayah dan suami yang hebat. 

Ia harus pergi meninggalkan keluarganya di Padang Panjang untuk menggarap Pedoman Masyarakat di Medan. Di sana terdapat kerelaan sang istri, Siti Raham, agar suaminya fokus dalam perjuangannya di Sumatera Utara. Suatu hal yang berat pastinya, ketika harus merawat anak tanpa kehadiran suami. Namun di sinilah bagian yang heroik dan berkesan bagi saya.

Dari sana, saya berpikir, tokoh sehebat Buya Hamka kenapa jarang dibicarakan oleh para pemuda. Padahal, kita nggak kekurangan tokoh hebat, malah melimpah. Tentu hal ini menjadi cambuk penyemangat bagi mereka, terkhsusus saya, untuk mengenalkan tokoh-tokoh hebat kepada anak-anak muda.

Buya Hamka melakukan perlawanan terhadap penjajah melalui tulisan-tulisannya yang tajam. Selain itu, beliau juga memberikan kritik terhadap kebiasaan masyarakat melalui novel-novel romannya. Salah satunya yang terkenal, yaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dan pada beberapa bukunya yang pernah saya baca, kritik terhadap pergaulan masyarakat sangat terasa, bahkan relevan sampai sekarang.

Karena latar belakang itulah, akhirnya saya bersemangat untuk menulis lagi di blog dan beberapa kali di Instagram. Sebagaimana kutipan dari Sayyid Quthb—semoga Allah merahmatinya, “Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala. Namun, satu tulisan mampu menembus jutaan kepala.”

Menonton film Buya Hamka sangat cocok untuk menjadi agenda libur lebaran. Kalau saya sebut, film ini “nyetrum” banget buat mereka yang lagi mencari tokoh muslim dan seorang negarawan, semata-mata untuk meningkatkan semangat kebangsaan.

Comments

  1. Suka banget quote nya semoga Allah merahmatinya, “Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala. Namun, satu tulisan mampu menembus jutaan kepala, sejauh ini tenggelamnya kapal van der wijck masih jadi de best film indonesia yg paling sering di ulang berkali2 skrg jadi penasaran sama film ini terkhusus katanya termasuk garapan termahal

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...