Bulan Maret ini banyak banget hal yang mau ditulis. Ditambah sedang dalam bulan Ramadhan, nggak mungkin kekurangan cerita dari perjalanan ibadah di bulan suci ini.
Saat post ini ditulis, saya sedang berada di kampung. Ngetik di laptop, sambil mendengar suara alam, dan ditemani teh kemanisan yang mulai dingin. Rasanya bawa laptop ke kampung jadi keputusan yang tepat untuk tetap jaga ritme aktivitas. Ditambah lagi masih cukup luang waktu di kampung.
Penantian Panjang
Sejak mulai rutin merekap aktivitas bulanan di blog, saya sering menyebut tentang publikasi artikel. Akhirnya, setelah penantian tersebut, artikel saya terpublikasi. Silakan bagi yang berminat membaca
Analysis of Students Scientific Literacy in Integrated Acid-Base Learning Socioscientific Issues
Kalau ditanya bagaimana perasaannya, yang pasti senang banget! Karena ini akan membuka peluang untuk publikasi artikel-artikel berikutnya. Semoga rasa semangat itu terus hadir. Dan yang paling penting, tulisan saya bisa membawa manfaat bagi orang lain.
Jangan Sekadar "Isi Bensin" dan "Ganti Oli"
Pelajaran pertama yang saya dapat di bulan ini adalah pentingnya belajar seluk-beluk motor. Bukan sekadar isi bensin dan ganti oli aja. Meningkat lagi levelnya: nyuci motor. Pokoknya, jangan sekadar mau pakenya aja.
Kejadiannya di awal bulan Maret. Ketika itu motor saya nggak bisa di-starter, tapi masih bisa pakai kick starter. Dengan keberanian maksimal dan pengetahuan yang minimal, pergilah saya ke bengkel dekat rumah, yang katanya tempat langganan bapak. Lokasinya di sebelah apotek. Berdasarkan servis yang dilakukan, motor saya perlu diganti akinya
Malamnya, saya cerita ke bapak, hari ini baru saja bawa motor ke bengkel. Raut wajahnya meragukan. "Bukan yang itu. Harusnya yang di depan apotek," ujarnya.
Benar, sih. Pantas tadi bengkel depan lebih ramai.
Dua hari kemudian, saya pergi menuju Rawamangun sepulang dari sekolah. Baru sampai lampu merah Pasar Baru, motor saya mendadak berhenti. Starter tangan maupun kaki nggak bisa. "Aduh, sudah hijau!" saya panik. Terpaksa dorong beberapa meter. Sambil dibantu seorang, di-setut-lah motor saya ke bengkel terdekat.
Setelah dicek lagi, kata montir, motor saya harus ganti akinya. "Loh, perasaan baru dua hari lalu ganti," batin saya. Karena kepepet, terpaksa saya turuti apa kata montir.
"Sekalian ganti oli nggak, bang?" tanya montir.
Tanpa pikir panjang saya jawab. "Boleh deh." Lebih tepatnya, nggak sempat kepikiran.
Beberapa jam kemudian, saya melamun, "Kok habis banyak ya hari ini?"
Waktu-waktu berkendara berikutnya perjalanan terasa nikmat kembali. Dua hari berikutnya, saya hendak pergi lagi, tapi motor kali ini benar-benar nggak bisa nyala. Alamak, apa lagi ini, gusar saya. Dibawa lagi ke bengkel terdekat, akhirnya diketahui bahwa aki motornya harus diganti. Lagi. Ada apa dengan per-aki-aki-an ini?
Setelah ditelusuri, penyebabnya adalah motor saya nggak ada opsi off di saklar lampu depan, sehingga aki akan bekerja lebih keras dan nggak kuat. Gitu sih kurang lebih, lupa saya. Total dalam sepekan tiga kali ganti aki. Ambyar dah. Anggap aja kuliah singkat tentang per-aki-aki-an. Tapi kenapa harus semahal ini?
Belajar apa intinya? Belajar ikhlas.
Tes Masuk S2
Satu bagian yang membuat deg-degan di bulan ini adalah tes masuk S2. Dengan segala minimnya persiapan, saya sudah pada sampai tahap, “Yaudah deh, kemungkinan nggak banyak ini. Coba di gelombang berikutnya.” Nggak cukup persiapan yang dijalani sejauh ini, sekalipun lewat belajar UTBK bareng anak-anak di sekolah yang soalnya kurang lebih mirip jenis soal TPA. Januari sampai Maret, untuk waktu persiapan tes S2, kenapa terasa singkat sekali.
Hari ujian tiba. Saya datang di saat hampir semua kursi terisi penuh peserta ujian, tapi tidak sampai dikatakan terlambat. Orang-orang kuat banget niat dan usahanya, batin saya. Saya tahu, saat ini yang harus saya lawan adalah gemuruh dalam hati saya. Kalau mau bandingkan dengan yang lain, jelas kalah ini sih.
Singkat cerita, ujian selesai, rasanya hampir putus asa. Banyak soal nggak terisi, salah jawab, manajemen waktu yang nggak bagus, itu semua saya rekam dalam otak. Jangan diulangi lagi nanti pas tes gelombang 2. Pokoknya jangan! Pupus sudah lolos.
Selesai ujian, saya mempersiapkan diri untuk masuk sesi wawancara siang hari. Saya pergi ke kediaman teman di sekitar kampus. Ujian tadi sudah saya lupakan, saya harus fokus di wawancara. Tapi, seberapa pengaruh sih? Emang akan tetap lolos sekalipun wawancaranya bagus? Duh, udah deh, persiapan dulu buat nanti. Gelisah di pikiran saya.
Akhirnya saya memilih untuk .... tidur. Udah paling bener deh, nunggu sholat dzuhur kan. Setelah itu, tilawah dulu buat menenangkan diri.
Sesi wawancara selesai. Lebih singkat daripada yang saya duga.
Selengkapnya kapan-kapan dibuat dalam satu post khusus.
Pengumuman 5 hari kemudian. Alhamdulillah saya lolos.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.