Skip to main content

Bukan Mahasiswa Semester Lima

Setelah Ujian Nasional, gue menjadi try out maniac. Mengetahui ada informasi try out SBMPTN di mana saja, selama ada di Jakarta, gue ikutin. Gue percaya, selama ada di Jakarta masih banyak akses untuk menuju ke lokasi tertentu. Akan beda cerita bila gue sotoy, lalu kena batunya hingga menemukan tugu bertuliskan "SELAMAT DATANG DI KOTA CIREBON".

Jauh sebelumnya gue sudah dua kali mengikuti try out online yang diadakan akun-akun di LINE. Dilihat dari hasil-hasilnya yang nggak pernah mencapai target, gue sedikit ragu sama diri gue sendiri. Masalahnya, hampir semua try out yang gue ikuti berbayar. Sudah sering ikut try out, tapi nilainya nggak pernah mencapai target program studi incaran. Lama-lama bikin kesal, uang habis tanpa menghasilkan progres. Nilai try out gue konsisten. Konsisten nggak mencapai target.

Nilai try out nggak pernah memuaskan, sedangkan SBMPTN tinggal menghitung hari. Gue, yang pengin banget masuk PTN, apa kabar?

^^^

Sudah dua minggu terakhir gue pergi untuk ikut try out SBMPTN. Tanggal 16 April, tiga hari setelah Ujian Nasional selesai, gue mengikuti try out di Universitas Pertamina, walaupun sempat takut nyasar karena internet mati di tengah jalan dan berimbas nggak bisa buka Google Maps. Syukurnya, gue dapat menemukan lokasi bermodalkan kepekaan melihat penumpang ojek online.

(Ceritanya pernah gue tulis di sini: Karena Peka Itu Harus)

Seminggu setelahnya, gue mengikuti try out di GOR Lokasari, Jakarta Barat, dan di sini terjadilah percakapan sebelum try out yang cukup lama antara gue dengan seorang bapak yang mengantar anaknya try out. Mereka berasal dari Bekasi. Gue membayangkan dari Bekasi ke Jakarta Barat hanya untuk try out SBMPTN, rasanya mental petualang gue dalam dunia try out belum sampai segitunya. Kalau ada try out di Portugal, gue... hmmm... nggak deh. Lain kali aja.

Gue jadi teringat sebuah istilah. Kalau anak punk bisa disebut “anak acara” karena mereka tahu jadwal konser berada, gue sekarang merasa menjadi “anak try out” karena gue bisa tahu di mana ada try out diselenggarakan. Sampai-sampai gue bilang ke seorang teman, “Lu kalau mau tau ada try out di mana, tanya gue.” Seolah hanya gue yang paling tahu.

^^^

Tiga minggu berturut-turut gue mengikuti try out di luar dan semuanya berbayar. Di bimbel sendiri, setelah dibukanya program intensif pasca-UN, try out diselenggarakan setiap hari Senin sebanyak empat kali dalam sebulan.

Tanggal 30 April gue kembali ikut try out di luar bimbel. Tujuan gue bukan semata-mata hanya untuk try out. Lebih dari itu, gue sedang berkunjung ke calon kampus, perguruan tinggi negeri incaran gue: Universitas Negeri Jakarta.

Beberapa kali gue merasa iri dengan teman-teman SMA yang bisa kesampaian kunjungan ke kampus impiannya. Teman-teman yang mengincar Universitas Indonesia bisa ke kampus impiannya setiap ada acara UI Open House. Gue sudah lama menunggu “UNJ Open House”, namun tidak pernah terdengar kabarnya.

Di pameran kampus juga begitu. Gue pernah ke JCC Senayan, saat itu ada pameran kampus yang diisi banyak sekali universitas negeri maupun swasta di Indonesia, bahkan stand program beasiswa juga ada di sana. Tetapi, gue tidak melihat stand UNJ di sana. Agak sedih sebenarnya. Gue malah berdiri di stand UGM. Motoin orang dari belakang.

^^^

Kembali lagi ke try out di UNJ. Try out ini diadakan bekerja sama dengan sebuah lembaga beasiswa yang ada di Indonesia. Sebelum dibagikan kertas soal dan jawaban, panitia menampilkan video profil kampus UNJ. Sebuah video yang memberikan gue motivasi.

Setelah try out selesai, acara dilanjutkan dengan ishoma. Sebetulnya try out di sana sama saja dengan try out SBMPTN yang gue ikuti sebelumnya di manapun. Aura asli SBMPTN yang khas ada juga di sini: tegang, panik, dan gugup.

Setelah ishoma dilanjutkan acara bedah kampus. Gue nggak tahu bagaimana acaranya berjalan karena gue memutuskan untuk pulang lebih dulu. Dibanding ishoma, gue malah ishobut. Istirahat, sholat, cabut (alias pergi). Gue harus ke sekolah untuk hadir dalam acara lomba yang ekskul gue adakan.

Setelah salat Zuhur di Masjid Alumni (itu nama yang gue lihat di dinding masjid), gue jalan terburu-buru agar segera meninggalkan lokasi. Tidak ada panitia berseragam yang melihat gue. Atau, sebenarnya mereka nggak mengira gue adalah peserta try out, melainkan mahasiswa sini. Semuanya aman sampai ada seorang cewek menghentikan langkah gue. Aduh, siapa dia? Jantung gue semakin cepat berdetak, perpaduan dari dihentikan langkahnya oleh seorang cewek dan kabur dari acara. Sambil menyembunyikan gugup, ia bertanya, “Masjid Alumni di mana, ya, Kak?”

“Kenapa dia manggil ‘Kak’?” tanya gue dalam hati. Gue bergeming. Masih dalam perasaan panik, takut, dan jengkel karena nggak terima dipanggil “Kak”. Agar gue cepat kembali pada tujuan awal, gue segera memberikan arahan menuju tempat yang dia maksud. Dia pergi meninggalkan gue sambil tersenyum. “Makasih, Kak.”

Gue kira, yang mengira gue mahasiswa bukan hanya seseorang di kopdar Blogger Jabodetabek saja. Nah ini, cewek yang ketemu di UNJ manggil gue “Kak”.

Apa dia kira gue mahasiswa sini? Apakah muka gue udah cocok banget jadi mahasiswa? Muka semester-5-padahal-masih-kelas-12 ini sanggup membuat gue dipanggil “Kak”.

Tapi... aminin aja deh. Siapa tahu gue beneran jadi mahasiswa di sini.

--

Ditulis bulan April 2017 dengan sedikit penyempurnaan kronologis.

Baca rangkaian cerita selama menuju PTN di bawah:
1. How I Meet Chemistry
2. Kenapa Pendidikan Kimia?

Comments

  1. Memang ya perjuangan tak bisa membohongi hasil, mungkin karna try out sana-sini yang akhirnya bisa lolos ke unj juga wkwk

    Udah rob masuk bem aja, revolusi gerakan wkwkwk

    ReplyDelete
  2. Biasanya orang2 malas ikut try out, tapi lu malah senang. Gila juga sih. Pantes banget dapat hasilnya~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Gue juga bingung. Alhamdulillah hasilnya sesuai dengan usahanya. :)

      Masih ada lanjutannya, lho.

      Delete
  3. Wajar, orang sepertimu dianggap sudah mahasiswa semester 5 padahal masih SMA kelas 3. Lah, gue aja kalah tinggi. :(

    Dipanggil "Kak" sama yang seumuran atau lebih tua itu masih mending, sih, kalau dibandingin sama semester akhir yang dianggap dosen. Temen gue dulu pernah digituin. Ya, risiko kelas karyawan juga. Salah temen gue juga lagian penampilannya klimis bener kayak dosen. XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yoga: Aih, serem juga dikira dosen. Ada yang cium tangan nggak tuh waktu papasan sama mahasiswa? :D

      Rahul: 172 cm

      Delete
  4. buset, pejuang gigih yak lu. try out dmna-mana lu ikutin terus.
    ini apdetannya ga ada, bi? jdinya bneran kuliah dmna gitu.

    gue dipanggil kak, dipanggil mas, pak, kayaknya udh biasa sih. smasa bodo amat. tapi walaupun gitu, kdang suka nyeri juga sih, klo yg manggil gue cewe cakep. tua banget gue. i know what you feel bro

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada, bang. Hehehe. Ini cerita-cerita throwback aja waktu mau SBMPTN.

      Hmmm, cewek yaaaa. Hmmm...

      Delete
  5. Tenang dek, ntar juga gue panggil kak kalo ketemu.........................../?
    Lah gue diece-ecein sama murid SMA gara2 lebih tinggi dia. Hm lah. Gapapa.

    Bukan faktor masuk surga. Ya gak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ku balas dengan panggilan "mbah". :))

      Wah, bener juga yak. Hmmmmm.

      Delete
  6. Hai, Rob..
    Gimana kabarnya, baru bisa maen kesini lagi nih..

    Kalau segala sesuatu dilakukan dengan ikhlas, senang in shaa Allah membuahkan hasil yang manis juga ya, Rob..

    Kira-kira kalau udah semeser 5 dipanggil apa ya, Rob :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo, Mas Andi. Alhamdulillah.

      Aamiin. Kalau udah semester 5 maunya dipanggil Timnas U-23 *lho

      Delete
  7. dari judulnya saja sudah menimbulkan reflek tawa. Tapi masih mending disangka senior sih Rob, gue pernah dikira mahasiswa fakultas lain. Dikira dari teknik mesin masa. :"

    ReplyDelete
  8. Hahaha... kalo dianggap mahasiswa semester lima mulu entar bakal kamu syukuri ketika udah semester akhir, Rob~

    jadi keinget kejadian saya dulu. pernah dipalak adek tingkat karena dikira maba. kebetulan wkatu itu saya gundulin kepala karena salah potong rambut, eh dipalak. yaudah saya tanyain angkatan berapa dan dari prodi apa. abis itu tinggal "diadili rame seangkatan".

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bahkan setelah jadi guru sekalipun? Enak dong, merasa awet muda walaupun pertamanya dikira lebih tua. :D

      Wah, horor itu....

      Delete
  9. kalo ikhtiar udah maksimal mah, serahin ke gusti Alloh aja mas
    kali aja kalo ibadahnya dirajinin, hasilnya lebih bagus

    ReplyDelete
  10. Ya Allah.. niat banget ikut try out!! Dimanapun ada try out disitu ada Robby! 😂

    172 cm? Wow! Tinggi banget kak Robby 🙂

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Ngeblog Dapat Buku? Kuy!

Gue mulai rajin beli buku sejak kelas 9 SMP. Dengan kondisi keuangan yang cukup saat itu, gue mulai beli novel. Sampai sekarang, novel yang gue punya di lemari jumlahnya sekitar dua puluhan. Masih sedikit, sih. Tapi gue merasa udah banyak banget untuk kapasitas lemari yang nggak terlalu besar di rumah. Daripada terlalu lama bertahan di lemari gue, alangkah baiknya buku-buku itu gue berikan ke orang lain yang ingin membacanya, yang dekat hubungannya dengan blog ini, yaitu pembaca blog robbyharyanto.com . (Basa-basinya gini doang, kok. Maklum, gue amatir dalam membuat giveaway. Baru pertama kali.) Jadi, gue mengajak kamu yang baca postingan ini, terutama yang sering mampir ke blog robbyharyanto.com, buat ikutan giveaway yang sedang gue adakan. Hadiahnya adalah buku koleksi gue. Jangan salah, walaupun bukunya bekas, gue punya kebiasaan baik merawat buku, kok. Buku gue kebanyakan disampul. Jadi, nggak terlalu jelek-jelek amatlah. Paling warna kertasnya aja yang sedikit menguning, ka...