Skip to main content

Pemimpin Itu KITA

Sejatinya kita adalah seorang pemimpin; pemimpin untuk banyak orang dan, lebih mendasar lagi, pemimpin untuk diri sendiri. Bila sosok pemimpin masih saja digambarkan sebagai orang-orang yang memangku jabatan di suatu lembaga maupun organisasi, bisa jadi makna pemimpin sebenarnya belum benar-benar kita pahami. Pemimpin yang biasa kita pahami adalah pemimpin secara struktural, bukan secara esensial.

Kepemimpinan sebenarnya bisa tumbuh pada tiap-tiap individu. Karakter-karakter seorang pemimpin akan muncul saat seseorang masuk ke dalam suatu wadah sosial. Sosok pemimpin pastinya memiliki tiga karakter. Pemimpin memiliki sifat kreatif yang mana menjadi modal dalam mengarungi suatu perjalanan. Kreativitas pemimpin akan diuji saat dihadapkan dengan masalah. Ketika dalam menyelesaikan suatu masalah, pemimpin yang kreatif tidak akan kehabisan ide menemukan solusi. Selain dalam menyelesaikan masalah, kreativitas pemimpin juga akan berpengaruh dalam perwujudan impian yang disusun bersama-sama.

Pemimpin juga perlu berinisiatif. Telah banyak contoh yang menunjukkan karakter seorang pemimpin dalam melakukan suatu gebrakan dalam kepemimpinannya saat menghadapi permasalahan. Bagi orang yang memiliki nilai kepemimpinan tinggi, mereka merasa gerah dengan suatu masalah dan masalah itu harus segera diselesaikan. Hatinya bergejolak, raganya tergerak. Dari keresahan tadi, sosok pemimpin perlu memengaruhi orang-orang yang dia pimpin untuk sukarela melakukan hal-hal yang sesuai dengan suatu visi. Cara yang dilakukan adalah mengambil tindakan sebagai percontohan bagi pengikutnya. Maka dari sana diharapkan akan menimbulkan gerakan nurani yang sama dalam hati orang lain.

Pemimpin tidak bisa hanya berdiam diri melihat suatu masalah. Pemimpin dituntut aktif untuk menghampiri permasalahan sekaligus mencari permasalahan. Memang, pemimpin akan sangat akrab dengan permasalahan. Hari-harinya dipenuhi masalah. Setiap jamnya akan dikorbankan untuk memikirkan pencerahan. Pemimpin akan memaksimalkan panca inderanya dalam mengamati masalah hingga tercipta solusi konkret dan optimal.

Permasalahan memang akan terus ada. Tantangan pasti beriringan jalannya dengan langkah-langkah orang berjuang. Akan ditemui orang-orang yang berseberangan dengan usaha yang dilakukan. Ketiga hal tadi dapat diterapkan dalam menyikapi orang-orang yang menentang dan mencegah usaha-usaha dalam berkontribusi.

Bila dilihat lagi seperti apa sejatinya sosok pemimpin itu, dapat dipastikan semua orang akan merasa bahwa dirinya adalah pemimpin. Akan ada hasrat dan gairah untuk berkontribusi. Militansi pun akan terbentuk sebagaimana yang diungkapkan dalam suatu risalah: "Bahkan jikalau keringat, air mata, dan jiwa bisa mencerahkan peradaban negeri ini, maka akan kami antarkan itu semua dengan senyuman yang paling menawan."

Comments

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...