Skip to main content

Di Antara Waktu Pulang

Kakinya melangkah mantap, seperti tidak sabar untuk mengantarkan diri pada senyum terindah yang tersimpan di rumah. Tangannya mengambil permen rasa stroberi dari saku kemejanya. Manis di mulutnya sejenak menenangkan diri dari gundah. Bus tidak kunjung datang dan kantuk kian menyerang.

Hari telah gelap, tetapi langit bercampur warna jingga. Pengendara motor mulai menepikan kendaraannya, lalu mengambil jas hujan. Syukur, hujan segera turun saat dia sudah mulai duduk nyaman di bus. Kemudian di sanalah cerita kembali dimulai, dari balik kaca jendela bus, pikirannya menerawang.

Sumber: Pixabay

Orang yang duduk di sebelahnya pasti mengira dia sedang melamun menatap jalan Matraman-Senen yang macet. Sebenarnya bukan itu yang ada dalam pandangannya. Jauh dari sini, dia memilih menonton ulang film berisi kejadian satu hari ini sambil menyelami makna setiap peristiwa. Dia tampilkan semuanya di kaca jendela, seolah dia punya televisi berbahan dasar lamunan. Orang itu kembali membetulkan posisi duduknya dan mulai mendengarkan lagu lewat earphone-nya.

Dia masih saja fokus pada putaran film karyanya sendiri. Kadang dia senyum sendiri mengingat lelucon garing keluar dari mulutnya. Momen itu begitu membekas, saat hanya dia sendiri yang tertawa ketika lontaran lelucon itu keluar. Sambil mengingat lagi, bagaimana kesalnya wajah teman-temannya, senyumnya kian lebar. Berbarengan dengan hujan yang semakin deras.

Tidak jarang juga dia menampakkan wajah datar. Entah apa yang sedang dia lihat, tetapi sepertinya hal serius. Keningnya berkerut, napasnya teratur. Filmnya mulai kabur karena dibasahi hujan. Tetesan air mengganggu kelanjutan ceritanya.

Dia berpindah bus untuk transit. Hujan masih turun deras. Di beberapa titik, kepulan asap datang dari tenda warung kopi. Sedangkan kepalanya, masih saja dikepung oleh rasa bersalah. Entahlah. Matanya terus menerus mencari sosok.

Posisi yang sama berhasil didapatinya: duduk di pojok dekat kaca jendela. Kini tetesan air tidak hanya mengalir di kaca, tetapi di pipinya juga. Mungkin ini hasil dari raut wajahnya 15 menit terakhir. Untung saja bus tengah sepi penumpang. Dia tutup wajahnya dengan tas sambil menahan air mata agar tidak kian deras mengalir.

Sesampainya di rumah, dia dapati senyum awal yang ada di bayangannya sejak awal. Dia tata lagi pikiran yang mulai kusut, lalu menyerah pada rasa lelah untuk siap membuatnya istirahat dari aktivitas. Sebelum menutup hari, dia hampiri seorang yang paling dicintainya di rumah, lalu berbisik, “Maaf.”

Setidaknya membuat dia lega untuk menyambut hari esok.

Comments

  1. Ketika hujan membawa kenangan kemudian disusul dengan genangan di pelupuk mata.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Ngeblog Dapat Buku? Kuy!

Gue mulai rajin beli buku sejak kelas 9 SMP. Dengan kondisi keuangan yang cukup saat itu, gue mulai beli novel. Sampai sekarang, novel yang gue punya di lemari jumlahnya sekitar dua puluhan. Masih sedikit, sih. Tapi gue merasa udah banyak banget untuk kapasitas lemari yang nggak terlalu besar di rumah. Daripada terlalu lama bertahan di lemari gue, alangkah baiknya buku-buku itu gue berikan ke orang lain yang ingin membacanya, yang dekat hubungannya dengan blog ini, yaitu pembaca blog robbyharyanto.com . (Basa-basinya gini doang, kok. Maklum, gue amatir dalam membuat giveaway. Baru pertama kali.) Jadi, gue mengajak kamu yang baca postingan ini, terutama yang sering mampir ke blog robbyharyanto.com, buat ikutan giveaway yang sedang gue adakan. Hadiahnya adalah buku koleksi gue. Jangan salah, walaupun bukunya bekas, gue punya kebiasaan baik merawat buku, kok. Buku gue kebanyakan disampul. Jadi, nggak terlalu jelek-jelek amatlah. Paling warna kertasnya aja yang sedikit menguning, ka...