Skip to main content

Tidur Setelah Shalat Subuh

Siapa yang suka tidur setelah shalat subuh?

Pasti di antara pembaca ada yang teriak dalam hati "sayaaaa!"

Saya nggak tahu persis kebiasaan itu saya mulai kapan. Seingat saya, sejak saya mulai masuk kuliah aktivitas tersebut sering terjadi.

Tepatnya saat semester 1, saat perjalanan ke kampus terasa lama sekali. Berangkat pagi setelah shalat subuh, berharap sampai di kampus pukul 7 atau setengah 8. Biasanya saya duduk di pojok dekat kaca bus, bersandar, lalu terlelap sampai halte transit. Nggak jarang ketiduran sampai lewat beberapa halte dari tujuan.

Berlanjut ke semester berikutnya, ada satu mata kuliah yang dimulai pukul 7 dan beliau dosen yang dianggap galak. Artinya, kelas ini penuh strategi sebelum kuliah dimulai. Nyari tempat duduk strategis, sudah ada di kelas sebelum beliau masuk, dan nggak terlihat ngantuk karena bisa jadi sasaran empuk buat ditanya-tanya.

Strategi saya adalah tidur di masjid kampus. Sayangnya, masjid kampus yang saya tempati nggak satu lokasi dengan tempat saya kuliah. Jaraknya sekitar 800 meter-1 kilometer, kalau jalan kaki sekitar 15-20 menit. Harusnya, kalau kelas dimulai jam 7, saya harus sudah berangkat maksimal jam setengah 7 biar di kelas bisa "ngadem" dan nggak terlihat ngos-ngosan.

Sayangnya, kebiasaan di semester 1 kadang membahayakan saya dan kawan saya. Selepas subuh, kami suka ketiduran. Seharusnya waktu-waktu tersebut bisa dimaksimalkan dengan belajar, tapi kami lebih suka membayar "utang" bergadang untuk mengerjakan laporan praktikum.

Kebiasaan itu terus berlanjut sampai sekarang. Kalau dibilang sedih, pasti sedih karena nggak enak buat diri sendiri. Nyesel, karena satu hari berasa pendek. Anggaplah setelah subuh tidur lagi sampai jam 9, akhirnya baru jam 9 aktivitas dimulai.

Kebiasaan itu terus menerus berlangsung dan saya merasa hal ini harus diputus. November lalu, saya pernah ada di kesempatan menuliskan impian yang mau diwujudkan menjelang akhir tahun. Saya tulis "mengurangi tidur abis subuh". Tapi sampai Desember kemarin masih menjadi kebiasaan.

Baru tadi pagi, hari kedua di tahun 2022, saya cerita dengan kawan saya. "Kebiasaan ini harus dihapus," ujar saya setelah shalat subuh. Memang menjadi tekad kami untuk menghapus dan mengurangi.

"Kemarin gua cuma tahan sampai jam setengah 6 aja nggak tidur. Setelah itu ketiduran dan bangun jam setengah 9."

Teman saya hanya tertawa. Lalu kami keluar sekretariat BEM, berjalan keliling kampus. 

Singkat cerita, selepas shalat subuh dan tilawah Quran, kami berjalan keliling kampus 4 putaran (fyi, kampus kami nggak begitu luas, satu putaran sekitar 400-500 meter). Selesai pukul 7, kami kembali ke sekretariat. 

Pencapaian awal 2022 (note: abaikan durasi, lupa pause-nya kelamaan)

Di sinilah mulai letak kesalahannya. 

Saya tidur lagi. Kawan saya juga. Kami bangun jam 11.

"Ini mah sama aja kayak tidur abis subuh!" gusar saya, sambil tertawa. "Ujung-ujungnya mulai aktivitas dari siang."

"Gapapa bro. Setidaknya kita udah kuat nggak langsung tidur abis subuh." 

Kami ketawa lagi. 

Ada benarnya juga. Saking lamanya jadi sebuah kebiasaan, boleh jadi hal-hal kayak begini adalah langkah konkret meskipun hasilnya belum sepenuhnya baik. 

Semangat berjuang untuk memaksimalkan hari dengan produktif dan penuh keberkahan.

Comments

Popular posts from this blog

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Kebiasaan Buruk Pengunjung Gramedia

Gue merasa ada perubahan dalam diri mengenai minat membaca buku. Walaupun gue cuma baca buku jenis tertentu (pastinya menghindari buku pelajaran), tapi setidaknya ada peningkatan dalam minat baca buku. Dulu, gue nggak tahan baca novel selama 20 menit. Sekarang, gue bisa 30 menit baca novel. 10 menit buat baca, sisanya gue ketiduran. Peningkatan itu ditandai dengan seringnya gue ke Gramedia. Setiap pulang les, tepatnya hari Minggu (saat kelas 10) atau Sabtu (saat kelas 11), gue sering ke Gramedia buat beli atau sekedar liat-liat buku baru. Baca juga: Ngomongin Buku: What I Talk About When I Talk About Running - Haruki Murakami Buku yang Menghangatkan Rumah   Pokoknya, Gramedia tempat ngabisin waktu paling seru~ (Gue nggak tau ini Gramed mana. Sumber: Google) Karena seringnya gue ke Gramedia, gue jadi tau kebiasaan pengunjung Gramedia. Mungkin nggak cuma di Gramedia, tapi di toko buku lainnya juga hampir mirip kebiasaannya. Berikut adalah kebiasaan buruk yang gue amati...

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...