Skip to main content

Sahabat Masa Kini

Aku berkedip-kedip, berusaha mencari tahu di mana sebenarnya aku sekarang. Aku merasakan permukaan empuk yang menahan punggungku. Aku melihat ke sebelah kanan, Iqbal sedang tidur setengah telanjang. Aku merasa tidak sadarkan diri karena terjaga menemani malamnya. Padahal, pukul 7 nanti aku harus menemani Iqbal ke kantornya. Menemani setiap kegiatannya mulai dari sarapan hingga makan siang. Segala cuaca: dari panas hingga hujan. Semua aku lakukan atas nama persahabatan.

Persahabatan? Entahlah. Lebih dari itu, mungkin. Dapat dikatakan juga ke hubungan yang lebih intim.

Sumber: pixabay.com

Aku berteman baik dengan Iqbal sejak tiga tahun lalu. Aku ingat betul momen saat kami bertemu. Pertemuan di sebuah gerai ponsel di mal dekat kantor tempat Iqbal bekerja. Di antara ramainya teman-temanku, Iqbal mendekati aku yang sedang tidak berbicara dengan siapa-siapa. Iqbal melirikku yang masih sendiri, lalu dia menghampiriku dan meninggalkan teman wanitanya. Sebuah pertemanan yang kami mulai sejak itu hingga kini masih awet.

Pada suatu malam Iqbal mengaku kepadaku bahwa dirinya merasa cocok berteman denganku. Sebenarnya aku tidak terlalu mengharapkan lebih kepadanya. Aku hanya berperilaku apa adanya, tanpa sesuatu yang dibuat-buat. Begitulah aku yang sebenarnya. Juga yang teman-temanku akui padaku. Mungkin itulah alasan mengapa Iqbal selalu mengajakku pergi ke mana pun dia mau.

Terkadang kalau Iqbal memiliki uang lebih dia rela membelikanku pakaian baru. Katanya, agar aku lebih cantik. Tetapi, entah mengapa ungkapan โ€œlebih cantikโ€ tidak pernah terdengar menyenangkan di telingaku. Bagiku, menjadi lebih cantik bukan karena pakaian baru atau apalah itu. Cantik menurutku ketika aku berhasil menjadi pusat perhatian semua orang sampai mereka menggila-gilaiku. Untuk saat ini, Iqbal saja yang mencintaiku teramat. Menurutku saja, mungkin.

Suatu siang, Iqbal mengajak rekan kantornya makan siang di sebuah kafe. Teman-temannya Iqbal kebanyakan seorang perokok. Aku merasa kurang nyaman bila berada di antara kepulan asap yang mereka embuskan. Aku ingin pulang namun selalu lupa membawa uang pulang naik taksi.

โ€œBro, besok tahu nggak hari apa?โ€ tanya Roni, temannya Iqbal.

โ€œSelasa,โ€ jawab Samuel.

โ€œYah, Sam nggak peka, nih.โ€

โ€œBesok itu tepat setahun kita kerja bareng!โ€ seru Iqbal membenarkan. Dia memang hebat dalam mengingat tanggal-tanggal penting. Karena itulah aku semakin menyukai Iqbal.

โ€œHahaha. Oh, iya. Nggak terasa, ya.โ€

Setelah menghabisi makanan, mereka kembali ke kantor. Napasku terseok-seok ketika harus berhadapan dengan asap yang menari-nari dan hampir mencekikku.

Keesokan harinya, aku diajak Iqbal ke sebuah restoran cepat saji. Kami hanya berdua; bermesraan. Iqbal selalu saja senyum-senyum ketika menatapku. Aku hanya terdiam, padahal jauh di bagian dariku yang terdalam ada sesuatu yang membuatku bergetar sehingga hangatnya dapat kurasakan. Aku yakin, Iqbal pun dapat merasakan hangatnya ketika tangannya menggenggamku. Iqbal masih saja tersenyum di hadapanku yang terus bercahaya ini.

Tidak lama setelah adegan mesra itu datang seorang wanita berambut panjang dengan tas tali tas menggantung di bahu kirinya. Dia menyapa Iqbal dari jarak empat meter dari tempat kami duduk. Suranya begitu halus seperti lengannya yang penuh perawatan. Aku mengira-ngira perawatannya pasti mahal untuk mendapatkan kulit sehalus itu. Mandi susu kambing, minum air langsung dari sumber mata airnya, dan tidur malam yang cukup.

โ€œDuduk aja di sini. Kosong.โ€

Wanita itu segera duduk di hadapan Iqbal. Perbincangan-perbincangan di antara mereka mulai membuatku geram. Aku merasakan tubuhku dingin sewaktu dua orang di meja ini asyik berbincang. Mereka membicarakan bagaimana pengalaman masing-masing saat SMA. Aku berusaha tak acuh terhadap percakapan ini. Namun, mau tidak mau aku terpaksa mengdengarkan detail pengalaman mereka.

Wanita itu namanya Salma. Aku mengetahui dari seringnya Iqbal memanggil wanita itu dengan sebutan Salma. Percakapan yang cukup mesra, seperti sepasang kekasih yang sudah lama tidak bertemu. Namun, sepertinya percakapan mereka tidak berlangsung lama sebab Iqbal menelantarkan obrolan seru dengan Salma. Dia menenggelamkan perkataan Salma dengan fokus pada hal lain.

Kini tangannya menggerayangi tubuhku di balik ketidaktahuan Salma, kekasihnya. Tak lama Salma menyadari hal ini.

โ€œIqbal!โ€ seru wanita itu. โ€œAku lagi ngomong sama kamu.โ€

โ€œHhmm, iya.โ€

โ€œWOY, IQBAL!โ€

โ€œIya, iya.โ€

โ€œHapenya taruh dulu dong!โ€ Wanita itu terus menerus memaksa Iqbal menuruti perkataannya, tetapi Iqbal tidak menggubrisnya. Tubuhku panas dan kian melemah.

Iqbal melepaskanku dari genggamannya seraya menepuk jidat. โ€œAh, lupa bawa charger lagi. Kamu bawa charger?โ€ Salma menggeleng dan berkata dengan tegas, โ€œNggak!โ€

Comments

  1. Twistnya kereeeennnnn
    Hahahahaha aku malah ngira kalo tokoh 'aku' itu beneran manusia loh, rob hahaha. Nggak ngeh banget pas baca gerai ponsel di mall.
    Diluar dugaan nih endingnya hahaa

    Fiksinya mantaaapp adik kecilku!

    ReplyDelete
  2. Gue jadi inget salah satu jenis teks di bahasa Inggris SMA nih, Spoof wkwkwkw
    kan belakangnya ada twistnya gitu.

    Wah jadi flashback kan :/

    ReplyDelete
  3. Ini trik yang sama yang sering gue pakai. Personifikasi uhuy! Dari kalimat pertama udah tau langsung masa gue. :| Judulnya juga, sih.

    Duh, jadi pengin bikin tulisan model begini lagi. Wqwq.

    ReplyDelete
  4. Jrieeet gw kira hombreng.. Azyeeeem

    ReplyDelete
  5. wah dicuekin nih ....

    ReplyDelete
  6. ASTAGHFIRULLAH. AKU PAS BACA KOMEN TEH WULAN, AKU BACA LAGI NIH POSTINGAN. TERNYATA DIA ITU...

    ROBBY SUE.
    ROBBY NYESELIN.
    TAPI KEREN EUY.

    ah. Ngakak pokoknya ini mah ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚

    ReplyDelete
  7. BANGKEK ROB! NGETWIST BANGET SIYAAAAAAAL -__-

    Aku udah ngebayangin macem-macem, udah ngira kamu salah pergaulan juga. Eh ternyata ._.

    ReplyDelete

Post a Comment

Terima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.

Popular posts from this blog

Katakan pada Dunia, Inilah Resolusi 2019-ku!

Seperti biasanya, setiap tahun baru di kepala saya banyak muncul keinginan yang ingin dicapai. Agak bingung juga kenapa harus sampai di momen pergantian tahun keinginan itu menggebu untuk tercapai. Mungkin lebih tepat dikatakan bila momen pergantian tahun sebagai momen untuk membuat daftar keinginan. Menata lagi mana yang penting untuk ditunaikan. Tidak masalah sepertinya. Lebih baik seperti ini ketimbang bingung harus apa. Setidaknya dengan adanya tujuan, arah gerak saya menjadi lebih teratur. Menjelang pergantian tahun saya sudah melihat beberapa teman membuat daftar harapannya. Ada yang benar-benar mempublikasikannya di media sosial. Keren. Semua orang bisa lihat itu. Dari situ, bisa jadi orang-orang yang melihat tulisannya ikut berperan untuk membantu orang itu mewujudkannya. Berbeda dengan saya. Kali ini, untuk daftar-daftar semacamnya biar menjadi rahasia saya (sebenarnya belum dibuat versi rapi dan tersusunnya juga, sih). Namun, bukan berarti keinginan itu menjadi satu hal ya...

Kumpul-kumpul Lucu Bareng Blogger Jabodetabek

Pertemuan yang kuimpikan, kini jadi kenyataan. Kira-kira begitulah lirik lagu yang cocok dengan isi post ini. Ehm, tapi kok jadi dangdut begini? Tanggal 11 Desember 2016 gue ikut kopdar blogger kedua dalam hidup. Tempatnya di Taman Ismail Marzuki. Satu hal yang mengganggu pikiran gue adalah: di mana itu Taman Ismail Marzuki. yang bikin: instagram.com/tigabumi Tiga hari sebelum kopdar gue sempat nyari informasi rute ke Taman Ismail Marzuki. Karena gue pengguna Transjakarta sejati, dengan usaha keras gue cari di halaman pertama Google. Hingga akhirnya bertemu sebuah blog yang mencerahkan kegundahan. Di sana disebutkan bahwa dari halte Kalideres naik bus ke arah Harmoni. Lalu nyambung naik ke arah Blok M, turun di Bank Indonesia. Kemudian di Bank Indonesia ngasih lamaran kerja jalan sebentar sampai perempatan, naik kopaja 502. Yok, semoga ngangkat. Semoga penjelasan tadi bisa masuk page one. Muehehe. Kali aja ada yang nggak tahu jalan kayak gue. Udah gue jelasin, nih. Huh...

Ngeblog Dapat Buku? Kuy!

Gue mulai rajin beli buku sejak kelas 9 SMP. Dengan kondisi keuangan yang cukup saat itu, gue mulai beli novel. Sampai sekarang, novel yang gue punya di lemari jumlahnya sekitar dua puluhan. Masih sedikit, sih. Tapi gue merasa udah banyak banget untuk kapasitas lemari yang nggak terlalu besar di rumah. Daripada terlalu lama bertahan di lemari gue, alangkah baiknya buku-buku itu gue berikan ke orang lain yang ingin membacanya, yang dekat hubungannya dengan blog ini, yaitu pembaca blog robbyharyanto.com . (Basa-basinya gini doang, kok. Maklum, gue amatir dalam membuat giveaway. Baru pertama kali.) Jadi, gue mengajak kamu yang baca postingan ini, terutama yang sering mampir ke blog robbyharyanto.com, buat ikutan giveaway yang sedang gue adakan. Hadiahnya adalah buku koleksi gue. Jangan salah, walaupun bukunya bekas, gue punya kebiasaan baik merawat buku, kok. Buku gue kebanyakan disampul. Jadi, nggak terlalu jelek-jelek amatlah. Paling warna kertasnya aja yang sedikit menguning, ka...